Selasa, 13 Desember 2016

Tiba-tiba Kangen, eh?

Hai, kamu!

Jadi begini, sebenernya gue pernah punya hewan peliharaan berjenis marmut. Yaitu tepatnya setelah tiga bulan lalu bapak gue baru beli dari temennya. Gak tanggung-tanggung, bapak gue langsung beli empat biji. Satu marmut dihargai 15 ribu, jadi totalnya 60 ribu. Sesuai kesepakatan, duit 60 ribu berasal dari patungan duit gue dan adek gue, yang siapa lagi kalo bukan si Imes.

Sore hari dengan hujan yang warbyazah deres, si marmut dianterin ke rumah gue. Bapak gue tanpa basa-basi langsung nyiapin buat kandangnya. Mungkin kalo bukan karena hujan, gue udah excited banget nungguin bapak gue nyiapin kandang. Maklumlah, saat itu memerhatikan seseorang adalah hobi gue.

Singkat cerita, keempat marmut gue ternyata mempunyai beraneka macam corak warna. Nggak seperti harapan gue, ternyata ukuran keempat personil boyband marmut tersebut agak kurang berisi. Well, mereka tetep unyu-unyu kok. Dari keempat marmut tersebut hanya ada satu cowok, yang sayang sekali satu bola matanya cacat. Bener-bener nggak keren!

Hingga awal September kemarin, satu marmut gue mendadak tewas. Si marmut malang itu adalah marmut cowok yang bermata cacat. Gue yang pertama kali nemuin mayatnya. Gue jadi agak nyesel pernah ngatain itu marmut.

Kemudian, satu marmut cewek pun menyusul. Ternyata marmut yang warnanya putih mulus dan bermata merah, marmut yang katanya kurang berkualitas. Untuk yang satu ini, bapak gue yang nemuin.

Total masih ada dua ekor. Gatau kenapa, tiba-tiba gue males ngurusin. Apalagi kalo diinget, tujuan awal gue melihara marmut kan mau gue kembangbiakan. Yah.. kali aja bisa kayak kucing sama ayam gue.

Eh tapi, katanya si mbah google, sebaiknya marmut nggak usah dikembangbiakan secara sengaja. Karena presentase kematian pada marmut hamil itu lebih tinggi. Ah, masa iya marmut gue bunting? Ah, sepertinya bukan deh.

Akhirnya, sekitar seminggu yang lalu, bapak gue pun ngejual kedua marmut kesepian bin malang tersebut. Gue sejujurnya agak seneng kedua makhluk malang tersebut lenyap dari halaman gue. Soalnya ngenes aja kurang dapet perhatian.

Tapi, akhir-akhir ini gue sedikit di gentayangin sama marmut ini. Bukan, gue bukan digentayangin dengan marmut pucet joget di kamar mandi, bukan. Tetapi, gue digentayangin oleh sebuah memori atau kebiasaan gue sendiri. Iya, beneran! Gue yang biasanya hobi keluar rumah cuma pingin ngecek keadaan marmut malah kadang masih kelakon. Gue yang biasanya terpaksa bangun dengan suara cicitan marmut yang noisy banget malah jadi hampa tanpanya. Lah, jadi horor kan? :'(

Mungkin saja, yang semacam itu terjadi karena hampanya hati gue. Entah karena nggak ada orang khusus yang bisa gue perhatiin sekolah gue tahun ini yang karena sekarang sekolah gue isinya cuma cewek, atau mungkin gue ngerasa bersalah. Auk ah, gue nggak tau.

Hmm, sekian dulu deh postingan hari ini. Semoga kedua marmut gue yang masih idup bisa nyaman di kandang barunya. Dan semoga kita semua diberi umur yang panjang dan sehat walafiyat. Amiin. Ini barusan nyambung nggak sih?

Akhir kalimat,

Tamatlah sudah tulisan ini!

Sabtu, 24 September 2016

Rapat Persiapan PAB PMR

Hari Sabtu ini (24/09), gue dan segenap anggota PMR di sekolah gue ngadain rapat. Kali ini bukan yang pertama kali, tapi kedua kalinya diminggu ini.

Sama seperti hari Rabu yang lalu (21/09), rapat yang kedua ini membahas mengenai tetek-bengeknya pelaksanaan PAB (Penerimaan Anggota Baru) PMR di Madrasah tercinta gue. Tetapi, rapat kali ini lebih rinci dan membosankan menurut gue.

Sebenarnya, paginya gue dan seluruh temen-temens seperjuangan dan senasib gue sedang melaksanakan perang babak pembukaan pertama tahun ini. Yaitu perang besarnya para pelajar yang para pendidik sebut sebagai Ulangan Tengah Semester. Iya, UTS!

Beruntung, salah dua mapel yang diujikan hari itu mampu gue lawan dengan sangat mulus dan telak. Berbekal dengan daya ingat gue yang kadang tinggi banget, gue ngerjain due lembar soal beda mapel tersebut dengan berleha-leha. Bahkan, seakan-akan pencil gue berjalan sendiri di cengkeraman tangan gue!

Marvellous!

Dan tak lupa, satu mapel yang memang sudah diprediksikan akan menjadi soal yang dapat membuat wajah para pelajar di sekolah gue seakan-akan berkata lebih-baik-aku-tidur ternyata sangatlah mengerikan!

Lima menit setelah memperhatikan soal tersebut, para anak didik di kelas gue langsung membeku. Yang tadinya tampak sehat wal-afiyat, langsung ambruk dengan mengeluar suara dengkuran yang memilukan. Yeah! They slept guys!

Padahal mapel tersebut diujikan di jam pertama! Gue ulang, DI JAM PERTAMA!

Yang berarti masih di sekitaran jam tujuh pagi!

Bahkan seorang temen di kelas gue berceletuk, "Saya menyerah! Bendera putih untuk bapak Syalaala!" sembari melambai-lambaikan tangan pada kamera CCTV.

Wow, sudah tidak diragukan lagi bagaimana mengerikannya mapel yang satu itu.

(Eh, ini kok bahasannya malah seputar tidur!)

Eh, kembali ke topik. Setelah bertempur selama tiga hari tiga malam, dengan aneka suara dentingan pulpen, dan mendapatkan dua kemenangan besar. Akhirnya semua anggota berkumpul di kelas gue, yaitu kelas XI IPA 2. Karena saat itu kelas gue masih dibersihkan sama anggota piket, akhirnya kita semua lari ke kelas XI IPS 3. 

Kedua temen lengket gue—Hanik dan Dewi—nemenin gue masuk. Walaupun sebenernya si Dewi bukan anggota PMR sekolah gue. Semoga saja ini tidak dianggap sebagai tindakan penyelundupan imigran gelap.

Seperti yang sudah gue utarakan diatas, rapat kali ini bener-bener membosankan. Terutama bagi perkumpulan gue yang pasif-nya nggak ketulungan. Ujung-ujungnya, kita bertiga malah bercanda ngalor-ngidul nggak jelas.

Ya begitulah akhirnya, kita bosen bercanda, lalu mencoba menyimak, bosen lagi karena yang diperhatikan cuma mereka yang punya andil besar dalam acara, lalu kita memperhatikan beberapa anak—yang kebanyakan main HP pas rapat—pulang, dan kita akhirnya ikutan pulang.

Dan selesailah tulisan ini~~

T A M A T

Selasa, 13 September 2016

Idul Adha 1437 Hijriyah

Hai! Bagaimana kabar kalian yang baca ini?

*krikkrikkrik*

Semoga hari ini kalian tidak menjerit-jerit histeris setelah menemukan ukuran bobot kalian di timbangan bertambah 10kg—Haha, yang gue yakini, itu pasti karena kalian belum pernah naik timbangan selama 5 tahun.

Sebelumnya, gue mau megucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1437. Semoga dengan adanya hari spesial ini kita—terutama sebagai umat muslim—dapat meningkatkan rasa kepedulian kita dengan sesama manusia. Amiin.




Nah, jadi begini. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun kemarin, Hari Raya Idul Adha tahun ini adalah yang paling nggak banget menurut gue. Banyak alasan kenapa gue bilang kayak gitu.

Pertama, karena gigi depan gue yang ngilu.

Coba bayangkan! Dihari spesial dimana rumah kalian terdapat lauk pauk daging yang melimpah, gigi kalian malah sakit. Gimana? Rasanya seakan-akan dunia kejem banget kan?

Kedua, dirumah gue nggak ada sate!

Iya, nggak ada sate!

Sebut saja gue lebay, karena menurut gue, Idul Adha tanpa sate itu nggak asyik men! Walaupun gigi gue ngilu, gue rela kok bercenat-cenut kayak marmut demi lima sunduk sate. Yeah, sekarang tau kan bagaimana lebay-nya gue.

Sudah sampai disini aja dulu curhatan gue. Sebenarnya masih banyak alasan kenapa hari spesial ini terasa nggak banget menurut gue.

Dan walaupun gigi gue ngilu dan rumah gue nggak bakar sate, Alhamdulillah banget gue masih bisa ngerayain Idul Adha tahun ini. Dan semoga kita masih diberi kesempatan buat ngerayain hari spesial ini di tahun berikutnya! Amiin.

Sabtu, 03 September 2016

Kirab Owi/Butet Di Kudus

Hari Kamis kemarin, tepatnya tanggal 1 September 2016, kota Kudus kedatangan tamu spesial. Yaitu diaraknya Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir mengelilingi kota Kudus. Ya, pasangan campuran bulu tangkis peraih medali emas Olimpiade Rio de Janerio 2016 ini datang ke Kudus!

Kenapa musti ke kota Kudus? Karena Kudus adalah kota asal klub Owi/Butet, yaitu PB Djarum.

Sebetulnya, gue baru denger berita akan diadakannya arak-arakan ini yaitu empat hari sebelum pelaksanaan. Itupun gue taunya dari tiga temen sekelas gue, yang kebetulan satu diantaranya adalah Badminton Lovers. Duh, gue bener-bener nggak update banget.

Seperti biasa, waktu istirahat gue habisin bareng temen-temen beda gue. Gue pun ngajakin temen-temen buat lihat arak-arakan tersebut. Dari semua temen gue—yang sedikitnya pake banget—itu ternyata cuma satu orang saja yang tau soal arak-arakan. Haha, kali ini gue ngerasa seakan jadi orang ter-update sedunia.

Tanpa perdebatan yang berarti. Akhirnya, kami semuapun setuju.

Hari Kamis-nya, kamipun sudah mempersiapkan segala keperluan—yaitu cuma dua buah handphone berkamera, yang salah satunya bahkan hape bukan android, dan kamu tahu itu punya siapa? Gue! Iya gue. Setelah bel pulang berbunyi, kita pun ngumpul di Musholla untuk sholat Dzuhur.

Selesai sholat, kita berdelapan rame-rame ke simpang tujuh Kudus. Beruntung, sekolah gue deket tuh sama simpang tujuh. Nggak butuh waktu lama, akhirnya kamipun sampai. Jalan sih ditutup, tetapi kami tidaklah leluasa. Bagaimana bisa leluasa? Heh! Lihatlah sekitar! Semuanya penuh dengan orang-orang yang begitu antusias!

Sebagai seorang yang kurang kekinian, gue merasa kagum. Bahkan gue sempet berpikir, apakah CFD-nan bakalan seramai ini? Maklumlah, gue nggak pernah ikut acara begituan.

Beberapa menit kemudian, rombongan Owi/Butet pun datang. Semua orang tampak antusias, bahkan emak-emak umur 30-an juga tampak antusias. Jujur aja, gue agak minder sama emak-emak itu karena lebih kekinian ketimbang gue, dan lagi handphone-nya android keluaran terbaru! Wow, itu emak-emak loh!

Barisan pertama dibuka dengan drumband dan atraksi-atraksi lain.








Kemudian di barisan terakhir adalah yang paling istimewa, Owi/Butet yang diarak menggunakan bus mini!








Walaupun foto hasil jepretan gue sangat memprihatinkan, gue seneng bisa lihat Owi/Butet secara langsung. Bahkan demi ketemu mereka gue rela panas-panasan, desak-desakan sama yang lainnya, dan lari-larian macem wartawan amatiran.

Sekianlah postingan yang nggak jelas ini. Terimakasih sudah meluangkan waktu kalian buat baca tulisan nggak jelas ini. Have a nice day, guys!

Sabtu, 27 Agustus 2016

Not A Dandelion




Dihari Jum'at pagi yang cerah kemarin (26/08), tepatnya dihari libur sekolah gue, gue menemukan pohon Lamtoro yang ada di belakang pekarangan rumah gue sedang berbunga lebat.

Sebentar dulu, gue nggak yakin bahwa kamu-kamu semua yang baca postingan ini—itupun kalo ada—ngerti atau mungkin sekedar tahu sama nama pohon yang gue sebut diatas. Sudahlah, nggak apa-apa kok kalo kamu semua nggak tahu sama pohon Lamtoro. Sini biar gue jelasin dulu.

Pohon Lamtoro adalah tumbuhan sejenis perdu dari suku Fabaceae atau polong-polongan. Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tropis. Pohon Lamtoro sendiri mempunyai banyak nama, yaitu Petai Cina, Petai Jawa, Petai Selong, atau kalo orang-orang Kudus biasanya menyebutnya dengan petet. Kalo masih ragu, gue bakal tunjukin penampakan pohon Lamtoro:





Gambar diatas adalah pohon Lamtoro yang tumbuh di belakang rumah gue. Gimana menurut kamu? Cantik banget 'kan bunganya?

Entah bagaimana menurut kamu, tetapi menurut gue bunga Lamtoro itu agak mirip sama bunga Dandelion. Ah gausah diperjelas lagi, gue yakin kalian pasti udah tau sama bunga Dandelion. Ituloh yang sering banget nongol di film-film dan juga sering disebut di novelnya si Suzanne Collins, tritologi The Hunger Games. Udah pernah baca nggak? Gue sih udah.

Lanjut lagi ke cerita awal. Nah tadikan gue kan ketemu tuh sama pohon Lamtoro yang lagi berbunga. Melihat bunga Lamtoro yang imut-imut menggemaskan. Tiba-tiba hobi fotografer—yang amatiran—gue muncul. Dan yeah, jadilah foto-foto di bawah ini.











Abaikan aja jahitan lengan baju gue yang udah sobek itu. Gimana masih kurang? Gue masih punya nih!







Jelek banget yak? Maklumlah, gue kan fotografer amatiran. Lagian gue ngambil itu gambar nggak pake kamera khusus fotografer kok, cuma pakai handphone mungil gue, Nokia Asha 310—ini bukan promosi lho ya.

Ohya, saat lagi melakukan sesi pengambilan gambar, gue ketemu hewan cakep banget loh! Yaitu adalah..





Uler bulunya unyu-unyu banget kan~

Sampai disini dulu tulisan ini. Semoga bermanfaat dan menghibur! Have a nice day, readers!

Sabtu, 11 Juni 2016

LIRIK LAGU Yalın - King for One Day dan Terjemahannya (ost. Iklan Cornetto Royal Love Match-A)

I met you when my head was in the air
Said your skin could take me anywhere
And you said
Wohoa..
We're too young for going home
Tried my best to share my point of view
Never told you how I needed you
I'll risk it all to see you glow
And you know we're going up and down
Ain't nothing gonna stop me now
Ain't nothing gonna hold me back from you
Wohoa..
I'll make, break, all the rules today
Wohoa..
Cause we're gonna be king for one day
Wohoa..
Oh, good things are coming our way
Wohoa..
Cause we're gonna be king for one day
One day, one day
One day, one day, one day
I know you will find me in the crowd
Like the sun is hiding just aside the clouds
And I can see
You're all that I want to believe
And it feels like we're a little lost
But we won't turn around
And it feels like we're the only ones
I won't let my feet hit the ground, the ground
You've got me now
And you know we're going up and down
And you know we're going up and down
Ain't nothing gonna hold me back from you
Wohoa..
I'll make, break, all the rules today
Wohoa..
Cause we're gonna be king for one day
Wohoa..
Oh, good things are coming our way
Wohoa..
Cause we're gonna be king for one day
One day, one day
One day, one day, one day
One day, one day, one day
Wohoa..

Terjemahannya:

Aku bertemu denganmu ketika kepalaku berada di udara
Kulitmu berkata bisa mengambilku di mana saja
Dan kau mengatakan
Wohoa..
Kita terlalu muda untuk pergi ke rumah
Mencoba terbaik untuk berbagi sudut pandangku
Tidak pernah mengatakan padamu bagaimana aku membutuhkanmu
Aku akan mengambil risiko itu semua untuk melihat cahayamu
Dan kau tahu kita akan naik dan turun
Tidak ada yang akan menghentikanku sekarang
Tidak ada yang menahanku kembali darimu
Wohoa..
Aku akan membuat, melanggar semua aturan hari ini
Wohoa..
Karena kita akan menjadi raja untuk satu hari
Wohoa..
Oh, baik hal-hal yang datang dengan cara kita
Wohoa..
Karena kita akan menjadi raja untuk satu hari
Satu hari, satu hari
Satu hari, satu hari, satu hari
Aku tahu kau akan menemukanku di kerumunan
Seperti matahari bersembunyi hanya di balik awan
Dan aku bisa melihat
Kaulah yang ingin kupercaya
Dan rasanya seperti kita sedikit tersesat
Tapi kita tidak akan berbalik
Dan rasanya seperti kita akan selalu bersama
Aku tidak akan membiarkan kakiku memukul tanah, tanah
Kau punya aku sekarang
Dan kau tahu kita akan naik dan turun
Dan kau tahu kita akan naik dan turun
Tidak ada yang menahanku kembali darimu
Wohoa..
Aku akan membuat, melanggar semua aturan hari ini
Wohoa..
Karena kita akan menjadi raja untuk satu hari
Wohoa..
Oh, baik hal-hal yang datang dengan cara kita
Wohoa..
Karena kita akan menjadi raja untuk satu hari
Satu hari, satu hari
Satu hari, satu hari, satu hari
Satu hari, satu hari, satu hari
Wohoa..

Kamis, 09 Juni 2016

Pelantikan Bantara

Kamis lalu, tepatnya tanggal 2 Juni 2016, gue ikut pelantikan Bantara. Oke, jujur aja, gue agak ragu buat ikut kegiatan itu karena gue bukan anak pramuka. Tapi karena penasaran, gue ngikut aja.

Kegiatan ini seharusnya dimulai pukul dua siang. Namun karena kegiatan classmeeting sekolah pulang jam dua, kegiatan ini pun diundur sampai jam tiga. Disinilah awal penyiksaannya, jam dua gue pulang naik angkot. Bayangin butuh waktu berapa? Setengah jam lebih! Arrgh.. belum lagi nyiapin persiapan di rumah, 50 menit habis sia-sia.

Berangkat ke sekolah gue dianterin sama si abang—inipun dengan paksaan. Dengan waktu 10 menit, dipastikan kita harus ngebut. Sesampainya di sekolah, gue langsung cari temen-temen. Dan ternyata mereka ngumpul di lantai satu. Gue disaranin langsung sholat Asar cepet, karena bentar lagi mau kumpul. Jujur saja, awalnya gue menyepelekan saran mereka. Tapi pas gue mau sholat, ternyata udah ada perintah buat kumpul. Gue terkejut, takut, sekaligus panik. Untung banget, gue ditemenin si Ulya—temen sekelas gue yang juga ikut. Terpaksa, sholat gue kali ini macem kilat.

Selepas sholat, gue langsung meluncur ke arah barisan. Eits, ternyata gue sangat-sangat terlambat. Sebelum masuk barisan, gue sama si Ulya harus ngadep ke pemimpin barisan—yaitu kakak kelas gue. Karena kami bukan anak pramuka, setiap langkah kami jadi berantakan. Benar-benar memalukan. Dihadapannya, kami ditanya perihal keterlambatan kami. Disinilah gue ngerasa bakalan ada firasat buruk. Setelah itu, kami disuruh masuk ke dalam barisan. Sekali lagi karena kami bukan anak pramuka, kami masuk barisan tanpa aturan. Memalukan.

Di barisan gue banyak melakukan kesalahan. Seperti misalnya harus ngomong “keep on scouting!” tiap selesai tepuk pramuka, gue malah ngomong “keep our sporting!”. Syukur, suara gue lirih. Atau misalnya salam pramuka harus dibalas dengan gerakan hormat, tangan gue malah mengepal.

Benar-benar memalukan.

Setelah satu jam baris-berbaris. Kami disuruh ke Menara Kudus untuk berziarah. Lebih tepatnya ke makam Sunan Kudus. Dan gak tanggung-tanggung, kami kesana harus berlari dengan perut kosong—atau itu hanya gue. Ini bukan main-main, jarak sekolah gue ke Menara Kudus itu 500 mater jauhnya! Beruntung waktu itu ada Dandangan di Kudus. Dandangan adalah sejenis pasar dadakan yang ada di Kudus setiap menjelang bulan Ramadhan. Dan adanya Dandangan ini akan menambah kemacetan di kota Kudus yang otomatis bisa memperlambat lari gue. Ini pertama kalinya gue syukur akan adanya kemacetan.

Menjelang Maghrib, kami sudah sampai di sekolah. Kegiatan diisi dengan lomba LCT—yaitu semacam lomba rangking satu. Sekali lagi karena gue bukan anak pramuka, di pertanyaan soal nomor empat gue langsung gugur.

Malam akhirnya tiba, kegiatan pertama selepas sholat Maghrib adalah Tahlil-an. Maklum, karena saat itu malem Jum’at. Kemudian kita langsung makan. Makannya pake lauk tahu, tempe, telur, dan ditampah kuluban. Hmm, lumayan. Satu kelompok yang beranggota tujuh orang mendapat bagian satu nampan. Sayangnya, waktu makan dibatasi, jadi nggak ada cara makan yang sopan ala putri bangsawan. Walaupun tampak sangat mengenaskan, disinilah letak bahagianya menurut gue, yaitu terciptanya sikap kekeluargaan diantara anggota.

Merasa kenyang, akhirnya diadakan lomba PBB. Sekali lagi, karena gue bukan anak pramuka, gue gak ikut lomba tersebut. Saat mengikuti lomba tersebut, temen sekelas gue yang biasanya agak konyol jadi lebih keren.

Selesai lomba PBB, akhirnya masuk ke acara yang paling gue tunggu-tunggu. Yaitu adalah acara api unggun. Kami berbaris melingkar. Sebelum acara bener-bener dimulai, harus ada persiapan. Mungkin satu jam persiapannya, dan itu sangat melelahkan karena posisi kami sedang berdiri. Setelah persiapan yang cukup matang, akhirnya api unggun dinyalakan. Tapi bukannya tampak menyenangkan, suasana malah terkesan horor dan mencekam. Entah karena saat itu malam Jum’at, semua lampu dimatikan, atau mungkin hampir jam sembilan. Apalagi di lantai tiga sekolah gue yang katanya ada makhluk halusnya. Benar-benar mengerikan. Kakak kelas gue juga selalu bilang untuk tidak kosong. Maksudnya sadar dan baca banyak-banyak dzikir.

Setelah beberapa menit, akhirnya semua lampu di sekolah gue dinyalakan—kecuali lantai tiga yang gak kepakai. Oh, ternyata mau diisi dengan acara Pensi. Dan kali ini gue ikut lomba tersebut. Di sini gue berperan sebagai Tukiyem, yaitu IRT yang hobinya mengeluh sekaligus marah-marah. Bener-bener gak cocok sama gue yang nggak banyak omong ini.

Selesai Pensi, kami disuruh (baca:dipaksa) untuk tidur. Dan sebelum tidur, kami harus melepas sepatu dan kaos kaki di lapangan—entah untuk apa. Kamu tau dimana kira-kira kami bakalan tidur.

Di kelas lantai tiga?

Bukan! Kami tidur di luar gedung. Tepatnya parkiran sekolah gue yang super gelap. Sebagai adik kelas yang baik, gue mencoba menerima perlakuan ini dengan sangat tabah. Benar-benar sangat tabah. Hembusan angin malam yang dingin pun gue hiraukan. Sorotan senter sialan kakak kelas ke setiap anggota yang belum tidur juga gue hiraukan. Desakan temen yang tidur di samping gue juga gue hiraukan. Suara dengkuran berisik di sekeliling gue juga gue hiraukan. Benar-benar menyedihkan.

Entah jam satu atau dua, kakak kelas gue teriak-teriak untuk berkumpul. Untungnya gue yang memang gak bisa tidur langsung bangun dan lari ke lapangan. Sayangnya masih ada yang terlambat, terpaksa kami harus di hukum dengan push up. Selesai menerima hukuman, kami harus memakai sepatu yang di tumpuk mendadi dua kelompok. Dengan pencahayaan yang super parah, gue bener-bener gak tau rupa sepatu gue. Terpaksa gue harus nyomot sepasang sepatu yang kekecilan di kaki gue. Dan itu ini lebih beruntung dari pada temen gue yang dapet sepatu beda pasangannya.

Tengah malam seperti ini, kamu pasti tau dong kegiatan apa yang bakal diadakan. Yap, renungan malam. Seperti biasa, kami, anggota baru, bakal dibuat nangis-nangis sesegukan. Dan gue tidak terlalu menyukai ini.

Selesai bermewek-mewek ria, acara diganti dengan pelantikan Bantara. Yang pokoknya begitulah, gue lupa.

Paginya, dengan muka kumal belum mandi dan serangan kantuk yang begitu dahsyat, kami menjalankan senam. Tidak seperti senam yang biasanya penuh kegembiraan, ini penuh dengan kesuraman. Gue perhatikan muka temen-temen gue. Ada yang kantong matanya semakin menghitam. Ada yang gerakannya males-malesan. Ada yang kebiasaannya menguap terus-terusan. Dan ada juga yang sepatunya masih beda pasangan. Kasihan.

Satu atau dua jam akhirnya acara senam berhenti. Dinganti dengan perlombaan Hasta Karya dan lomba Melukis Tong Sampah. Hasta karya dari kelas gue diisi sama si Ulya. Sedangkan lomba melukis tong sampah gue yang ngisi. Sebenarnya ini alasan utama gue ikut Bantara. Yaitu karen gue hobi gambar gak jelas di buku gue. Di lomba ini, gue dipasangin sama si Aim. Walaupun persiapan dan bahan terbatas, gue bersyukur bisa klop sama si Aim ini.

Selesai bercoret-corat ria, akhirnya masuk di acara yang nggak ditunggu-tunggu—menurut gue. Yaitu hiking. Untuk manusia yang perutnya hobi cenat-cenut (baca: suduk'en) kayak gue, acara ini yang paling menyiksa. Gue nggak tau pasti berapa jarak yang kami tempuh. Di acara hiking ini, kami tiap kelompok hanya di berikan sebuah bekal yang berupa minuman mineral dua liter. Bayangkan dua liter untuk tujuh orang! Ini yang paling mengerikan.

Hiking ditutup dengan sebuah permainan sialan. Yaitu sebuah permainan yang ada semacam terowongannya dan kami harus ngesot di bawahnya. Hebat benar memang! Pakaian kinclong gue berubah jadi kayak pakaian bocah di iklan Rinso. Gue balik ke sekolahan diikuti dengan tatapan heran orang-orang.

Ternyata kelompok gue, yaitu kelompok Anjani tiba di sekolah di urutan nomor dua setelah kelompok Sriwedari. Waktu luang untuk nunggu kelompok lain digunakan untuk minum. Sekali lagi, minum dibatasi hanya 1,5 liter setiap kelompok.

Semua kelompok sudah berkumpul, dan inilah acara yang paling di tunggu-tunggu selain api unggun. Apa lagi kalau bukan pengumuman juara. Sebenarnya gue agak lupa dengan para juaranya. Yang masih gue inget cuma dari kelas gue yaitu Sepuluh Lima. Sepuluh Lima mendapat juara hanya pada tiga perlombaan, yaitu lomba Pensi sebagai juara III, lomba Melukis Tong Sampah sebagai juara II, dan terakhir lomba LCT sebagai juara III. Sedangkan kelompok gue, yaitu kelompok Anjani mendapat sebuah penghargaan sebagai Kelompok Ter-alay. Entahlah, gue bingung bisa kok bisa-bisanya dapet penghargaan itu.

Sampai disini kegiatan palantikan Bantara di sekolah gue. Walaupun penuh dengan ketegangan, gue besyukur bisa ikut kegiatan ini. Karena gue bisa lebih mengenal dan lebih deket sama anak pramuka di sekolah gue. Sampai jumpa di postingan lainnya! :)